Ketika Sedekah Lebih Utama Daripada Memberikan Hutang

 

 

Dalam melakoni setiap jengkal kehidupan masing – masing aktor yang terlibat pasti akan menghadapi suatu permasalahan. Titik permasalahan terbesar dalam kehidupan biasanya ketika sudah memasuki ranah kebutuhan yang harus terpenuhi, baik kebutuhan sekarang ataupun masa depan yang meliputi kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Namun tidak jarang juga ada sebagian orang yang menjadikan suatu permasalahan sekunder menjadi beban yang sangat berta baginya, sehingga permasalahan tersebut seakan akan mejadi primer dan alhasil justru menjadikan dirinya budak dalam pemenuhannya.

 

Terlepas dari permasalahan dalam kebutuhan primer dan sekunder, suatu permasalahan seringkali menjadi sebab utama terciptanya interaksi antara dua inividu yang bertujuan untuk saling tolong menolong sebagai bentuk upaya ikhtiar agar dapat keluar dari permasalahan yang dihadapi. Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa lepas begitu saja tanpa adanya campur tangan orang lain. Interakasi sosial semacam inilah dalam agama biasa dikenal dengan muamalah. Yaitu suatu kegiatan yang mengatur setiap interaksi yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain, sekelompok orang terhadap kelompok lain, atau bisa juga seseorang terhadap suatu kelompok dan juga sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari dan juga lainnya sehingga tercipta kehidupan yang harmonis.[1]

 

Praktek muamalah dalam kehidupan sendiri banyak sekali macamnya, seperti jual beli, sewa menyewa, utang piutang, gadai, sedekah, hibah, dan lain sebagainya. Masing masing dari muamalah tersebut menadapatkan perhatian yang cukup serius dalam fiqih, yang demikian dapat dibuktikan ketika fiqih berusaha mengupas masing – masing sub bab dengan uraian yang cukup panjang dan mendetail.

 

Selain itu, adanya pembahasan yang dilakukan oleh ulama fiqih juga menunjukkan bagaimana kompleksnya agama dalam hal mengatur kehidupan umat manusia. Dimana agama menjadikan Alquran dan hadis sebagai undang – undang hukum yang harus ditaati bersama. Salah satu bentuk ketaatan terhadap Alquran dan hadis sebagai barometer kehidupan adalah dengan menjalankan apa yang menjadi kewajiban dan anjuran, serta beriringan dengan tidak melanggar hal – hal yang tidak boleh dilakukan.  

 

Sebagaimana disebutkan, dari sekian banyak jenis muamalah, setidaknya ada dua bentuk yang sering dilakukan ketika berada dalam keadaan terpepet yaitu hutang dan gadai. Secara sekilas antara keduanya seakan tampak tidak ada perbedaan, namun akan menjadi jelas perbedaan antara keduanya ketika berusaha menggali lebih dalam lagi. Hemat penulis, perbedaan antara keduanya terletak pada jaminan yang diberikan, ketika hutang maka pihak yang berhutang tanpa memberikan apapun sebagai jaminan, maka berbanding terbalik dengan gadai, dimana pihak yang berhutang harus memberikan jaminan berupa barang ataupun lainnya sebagai ganti terhadap pinjaman yang tidak dapat dibayarkan.

 

Sebagaimana telah disebutkan, bahwa pada dasarnya hutang merupakan suatu transaksi yang dilakukan tanpa mensyaratkan adanya jaminan barang sebagai ganti ketika tidak bisa membayar hutang. Namun hal ini tidak akan berlaku tatkala pihak yang memberikan pinjaman meminta barang ataupun yang lainnya sebagai jaminan. Lumrahnya jaminan yang diminta bertujuan untuk mencegah pihak yang berhutang melarikan diri atas memenuhi kewajibannya. Selain itu jaminan juga dianggap sebagai ganti dari hutang yang tidak dibayar, baik memang sengaja maupun melebihi batas waktu yang telah disepakati.

 

Kendati demikian, tidak hanya transaksi hutang piutang, melainkan ada muamalah yang lebih utama dalam membantu orang lain, yaitu dengan sedekah. Hal ini berdasarkan analisa yang dialakukan terhadap hadis yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Baihaqi sebagai berikut,

 

وقال صلى هللا عليه وسلم : رأيت ليلة أسرى بي مكتوبا على باب الجنة الصدقة بعشر أمثالها والقرض بثمانية

عشر فقلت يا جبريل كيف صارت الصدقة بعشر والقرض بثمانية عشر؟ فقال ألن الصدقة تقع في يد الغنى والفقير والقرض ال يقع اال فيمن هو محتاج إليه

 

Artnya: “Rasulullah bersabda: Ketika di isra’kan kulihat tulisan di pintu surga, “Sedekah itu dilipatkan sepuluh kali lipat. Sedang memberi satu utang dilipatkan delapan belas kali”. Aku bertanya, “wahai Jibril, mengapa sedekah ini digandakan sepuluh kali, dan utang menjadi delapan belas kali?” Jibril menjawab, karena sedekah bisa terjadi pada orang kaya dan orang fakir. Sedangkan utang tidak terjadi kecuali pada orang yang membutuhkannya”.(HR. Thabrani dan Baihaqi)

 

Hadis di atas berbicara seputar keutamaan utang yang dilipat gandakan menjadi delapan belas dari setiap satunya, lebih banyak daripada sedekah yang dilipat gandakan menjadi sepuluh. Alasan terjadinya hal demikian disebutkan secara tersirat dalam lanjutan hadis tersebut, yakni bahwa sedekah bisa diberikan kepada siapapun baik kaya maupun miskin, butuh ataupun tidak. Sedangkan untuk hutang biasanya diberikan kepada seseorang yang membutuhkan, baik kaya maupun miskin. Titik tekan yang harus digaris bawahi adalah penggunaan term “membutuhkan”, dimana sedekah tidak selamanya berada pada tangan yang memutuhkan, sedangkan hutang barangkali sudah tentu pada tangan yang membutuhkan.

 

Artinya meringankan beban orang lain merupakan hal yang menjadi latar belakang adanya perbedaan balasan di antara keduanya. Padahal ketika diperhatikan, sesungguhnya memberi utang bukanlah solusi yang tepat dalam meringankan beban orang lain. Sebab apa yang menjadi masalahnya tetap akan ada, namun hanya akan berubah bentuk dan waktunya. Mari kita lihat contoh berikut ini. Pada mulanya, seseorang harus membeli susu untuk anaknya pada waktu itu juga, kalau tidak maka anaknya tidak dapat makan dan ini membahayakan misalnya. Maka ketika ia berhutang, sesungguhnya ia telah menukar kebutuhan jangka dekat menjadi jangka panjang. Yakni memenuhi kebutuhan sekarang berupa susu namun membuka kran kebutuhan jangka panjang, berupa pelunasan hutang. Atau dalam bahasa lainnya susu dapat terpenuhi pada satu sisi, namun hutang juga memberikan tanggungan dalam waktu yang akan datang dan itu harus dibayarkan pada sisi lain. Praktik yang seperti ini belum bisa membebaskan seseorang dari permasalahannya, melainkan hanya meringankan.

Lebih jauh lagi, bahwa setiap orang yang meringankan beban orang lain akan mendapatkan balasan akan diringankan pula bebannya baik di dunia maupun akhirat kelak. Termasuk salah satu perbuatan meringankan beban orang lain adalah dengan memberikan hutang terhadap orang yang membutuhkan. Hal ini sebagaimana dapat dipahami dalam hadis riwayat imam muslim sebagai berikut:


عنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ نَـفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُـرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا ، نَـفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُـرْبَةً مِنْ كُـرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَـى مُـعْسِرٍ ، يَسَّـرَ اللهُ عَلَيْهِ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَمَنْ سَتَـرَ مُسْلِمًـا ، سَتَـرَهُ اللهُ فِـي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ، وَاللهُ فِـي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًـا ، سَهَّـلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَـى الْـجَنَّةِ ، وَمَا اجْتَمَعَ قَـوْمٌ فِـي بَـيْتٍ مِنْ بُـيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ ، وَيَتَدَارَسُونَـهُ بَيْنَهُمْ ، إِلَّا نَـزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ ، وَغَشِـيَـتْـهُمُ الرَّحْـمَةُ ، وَحَفَّـتْـهُمُ الْـمَلاَئِكَةُ ، وَذَكَـرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ ، وَمَنْ بَطَّـأَ بِـهِ عَمَلُـهُ ، لَـمْ يُسْرِعْ بِـهِ نَـسَبُـهُ

Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang Mukmin, maka Allâh melapangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah hutang), maka Allâh Azza wa Jalla memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim, maka Allâh akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allâh senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allâh akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allâh (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan ketenteraman akan turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, Malaikat mengelilingi mereka, dan Allâh menyanjung mereka di tengah para Malaikat yang berada di sisi-Nya. Barangsiapa yang diperlambat oleh amalnya (dalam meraih derajat yang tinggi-red), maka garis keturunannya tidak bisa mempercepatnya.” (HR. Muslm NO. 2699).[2]

Namun yang harus menjadi catatan adalah adanya dua term yang harus dipahami, yaitu at Tanfis dan at  Tafrij. Term yang pertama disebutkan bermakna suatu upaya untuk meringankan beban orang lain. Adapun term yang kedua bermakna suatu upaya untuk melepaskan seseorang dari jeratan permasalahannya. Subyek perilaku at Tanfis kelak akan mendapatkan balasan berupa hal yang sama dari Allah, yaitu akan diringankan kesulitan yang menjeratnya. Begitupun dengan pelaku at Tafrij, ia akan dihilangan segala kesusahannya oleh Allah.[3]

Dengan demikian dapat dipahami bahwa sedekah akan menjadi hal yang lebih mulia daripada memberikan hutang terhadap orang yang membutuhkan. Hal ini berlandaskan bahwa dengan sedekah akan menghilangkan beban dan kesulitan orang lain. Dengan diberikannya sedekah kepada yang membutuhkan maka ia akan terbebas dari jeratan kebutuhan yang harus segera terpenuhi tanpa memberikan beban yang lain. Berbanding terbalik dengan memberikan hutang sebagai solusi terhadap suatau permasalahan. Memang permasalahan akan teratasi, namun akan menimbulkan permasalahan baru dikemudian hari yakni berupa keharusan membayar hutang. Oleh karena itu seyogyanya bagi seorang muslim untuk senantiasa dan tidak seharusnya merasa bosan dalam upaya menghilangkan kesulitan dan beban orang muslim lain. Ketika seseorang muslim menolong saudara muslim yang lain dengan ikhlas, maka niscaya Allah subhanahu wa ta’ala akan menolongnya, menghilangkan darinya semua beban di dunia dan lebih lebih di akhirat kelak. Wallahu A’lamu bi ash Showab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Hukum Adzan Sholat Jumat Melalui Interpretasi Q.S. al Jumuah ayat 9

Lemah dan Bukan Siapa - Siapa