Mengetahui Niat Shalat Jumat, Imam dan Makmum Harus Tau hal ini?!


Sebagaimana umat muslim pahami bersama bahwasanya sholat jumah itu harus dilakukan dengan berjamaah dan hal tersebut merupakan konsensus semua ulama. Karena hal tersebut didasarkan pada hadits nabi dan hadis tersebut yang menjadi asal - usul penamaannya, yakni jum'ah atau jamaah. Walaupun masih ada ikhtilaf dalam jumlah jamaahnya. Ada yang mengatakan minimal empat orang,  ada juga yang mengatakan minimal empat puluh orang dan juga ada yang tidak memberikan standar minimum, pokok yang penting di daerah tersebut ada orang untuk jamaah dan ada perdagangan. Lantas mana yang benar? Semuanya adalah benar, para mujtahid mempunyai alasannya sendiri atas apa yang mereka tafsirkan dari ayat - ayat Alquran maupun hadis Nabi Saw. 


Namun pada kali ini, kita tidak akan membahasa perihal perubahan pendapat tersebut,  melainkan apa dampak yang diberikan ketika adanya  kewajiban berjamaah dalam sholat jumat terhadap niat shalatnya. Atau bisa jadi tidak ada dampak yang terjadi akibat adanya kewajiban berjamaah pada shalat jumat, khususnya pada lafadh niat. Hal ini dirasa perlu untuk dikemukakan melihat bagaimana urgennya kehadiran dan benarnya suatu niat dalam shalat. Ketika suatu niat salah maka hal ini berdampak pada sahnya shalat itu sendiri, ada kalanya kesalahan niat tersebut tidak memberikan ancaman terhadap sahnya suatu shalat. Ada kalanya juga kesalahan dalam suatu niat sangatlah fatal, bahkan bisa sampai menjadi sebab batal atau rusaknya shalat tersebut. Tetapi pada kesempatan kali ini kita akan lebih terfokus pada niat shalat jumat.

Pada dasarnya sebagaimana kita ketahui bersama bahwasanya setiap kali kita mendirikan sholat, kita harus membaca niat. Niat merupakan salah satu rukun sholat. Tanpa adanya niat, maka sholat kita tidak akan sah. Tetapi tidak cukup sampai disitu, kita harus mengetahui apa saja yang harus kita ucapkan dalam mengucapkan niat. Sebab di dalam niat sendiri ada susunan yang harus terpenuhi dan menuntut untuk diucapkan serta ada juga yang tidak harus diucapkan atau hanya sebagai pelengkap seperti term "Mustaqbilal qiblati" dan lain sebagainya. Namun dalam kesempatan kali ini kita tidak ingin membahasnya dengan panjang lebar. Kami hanya akan menyinggung masalah lafadh إماما dan مؤموما, hal ini  dikarena melihat konteks yang akan kita bahas yaitu dampak dari wajibnya berjamaah.


Lanjut, sebagaimana umumnya umat muslim mengetahui bahwa menyertakan lafadh مؤموما dalam niat merupakan suatu keharusan ketika seseorang berposisi sebagai makmum. Karena lafadh مؤموما tersebut harus diikutkan ketika berjamaah sebagai bentuk pengakuan makmum bahwa ada imam yang ia ikuti. Ketika menjadi makmum lantas kita tidak menyertakan lafadh tersebut, maka niat kita menjadi batal dan seketika itu juga otomatis sholat kita ikut batal, hal ini dikarena niat adalah dalam satu rukun sholat yang harus terpenuhi. Namun sebaliknya, ketika kita dalam keadaan tidak bermakmum, maka kita tidak boleh menyertakan lafadh مؤموما dalam niat. Ketika kita menyebutkan lafadh tersebut dalam niat, maka niat kita akan rusak, karena kita sedang tidak berjamaah dan tidak ada orang yang menjadi panutan kita dalam melaksanakan shalat. Sebagaimana sebelumnya, dalam hal seperti ini juga berdampak terhadap batalnya shalat karena adanya salah satu rukun yang tidak dapat terpenuhi.


Lantas bagaimana ketika kita menjadi imam dalam sholat berjamaah? Maka lafadh إماما dalam niat kita tidak harus disertakan. Karena hukum asal lafadh tersebut memang tidak perlu diucapkan atau hanya disunnahkan, mengingat ditakutkan ada orang tiba - tiba ikut berjamaah kepada kita sedangkan posisi kita dalam sholat munfarid. Maka akan menjadi hal yang sulit ketika harus mengucapkan lafadh إماما dalam keadaan demikian. Di lain hal, jamaah juga hukumnya sunnah muakkadah, sehingga bagi sang imam tidak wajib mengucapkan lafadh tersebut.

Namun ada beberapa pengecualian dalam hukum mengucapkan lafadh إماما salah satunya ketika menjadi imam dalam sholat jumah. Yakni menjadi wajib bagi imam untuk menyertakan lafadh tersebut dalam niat shalaatnya. Hal ini dikarenakan adanya kewajiban untuk melakukan sholat berjamaah dalam pelaksanaan sholat jumah. Jadi dalam sholat jumah sang imam harus menyertakan lafadh إماما dalam niatnya, begitupun dengan sang makmum yang juga harus menyertakan lafadh مؤموما dalam niatnya. karena dengan kedua term tersebut, ada pengakuan sebagai jamaah dan ada pemimpin shalat yang mereka ikuti dalam satu konteks dan menetapkan dirinya sendiri sebagai pemimpin jamaah yang secara tidak langsung menegaskan bahwa ia merupakan bagian dari jamaah itu sendiri dalam sisi konteks yang lain.  Oleh karena itu, ketika kedua lafadh tersebut tidak disertakan dalam masing - masing niat, maka niat mereka akan rusak maka sholat jumah akan otomatis rusak.

Dengan demikian, mari kita yang bertindak sebagai imam maupun makmum sudah seharusnya memperhatikan hal - hal yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan shalat jumat, bahkan hingga sampai pada titik terkecil sekalipun seperti niat itu sendiri. Barulah shalat jumat kita akan menjadi baik dan benar ketika segala aspek terpenuhi dengan baik dan benar pula. Wallahu A'lamu bi al Showab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengetahui Hukum Adzan Sholat Jumat Melalui Interpretasi Q.S. al Jumuah ayat 9

Ketika Sedekah Lebih Utama Daripada Memberikan Hutang

Lemah dan Bukan Siapa - Siapa